Minggu, 13 Oktober 2013

Perempuan Itu ..

Matahari baru saja bangkit dari peraduannya. Cahayanya masih malu-malu, namun seiring dengan berjalannya waktu, semakin teranglah ia. Embun mulai menghilang, kabut malam juga sudah tak terlihat lagi. Jalanan masih sepi, tak terlihat deru knalpot kendaraan warga kota. Hanya satu-dua orang yang terlihat berkendara. Musim liburan memang amat sangat terlihat jelas di kota ini. 

Beberapa orang sudah terlihat memenuhi jalanan. Taman kota mulai dipenuhi roda dua. Dari bapak penyapu jalanan yang amat sangat murah senyum, sampai ibu walikota yang jarang-jarang bisa dilihat disana. Dan yang pasti, perempuan itu. Pengunjung tetap taman kota. Perempuan itu masih saja sering datang berkunjung ke jalan di seberang taman kota. Perempuan yang sembab matanya, yang remuk redam hatinya, yang hancur harapannya. 

Tatapan matanya yang sejak dahulu selalu kosong. 

Rutinitas yang sudah ia lakukan selama 1 tahun terakhir; Setiap pagi, mengunjungi jalanan di seberang taman, lalu berjongkok selama beberapa saat, entah mengucapkan mantra atau doa, lalu tepat ketika matahari bersinar dengan sempurna, perempuan itu berdiri dan kembali ke kafe di sebelah taman.  

Ia selalu duduk di sudut ruangan. Menatap jam kakek, seperti menunggu seseorang. Kemudian perempuan itu membalik-balikkan buku yang ia bawa. Ia kembali menatap jam, menghitung detik demi detik, menggumamkan namanya perlahan-lahan, berharap ia keluar dari balik pintu putih itu. 

Tapi, yang ditunggu tak kunjung datang. 
Karena toh, pria itu sudah pulang ... sejak dahulu.

Dan tetap saja, perempuan itu duduk diam disana, sampai senja menutup senyumannya, berganti hari, berganti bulan, berganti tahun..
Perempuan itu tetap menggumamkan nama yang sama, memegang buku yang sama, menunggu orang yang sama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar