Resensi Novel 'ibuk' -
Iwan Setiawan
'Ibuk melalui hidup sebagai
perjuangan. Tidak melihatnya sebagai penderitaan.' - hlm 240
Judul : ibuk, Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Penulis : Iwan Setiawan Tahun terbit : 2012
Penulis : Iwan Setiawan Tahun terbit : 2012
Salah
satu novel inspiratif yang dapat kita temui di Perpustakaan Thomas Aquino SMAK
St Louis 1 adalah novel 'ibuk,'. Novel ini merupakan novel kedua karya Iwan
Setiawan sesudah '9 Summer 10 Autumn'. Dalam buku ini, kita dapat lebih
mengerti mengenai kisah hidup dari Iwan alias Bayek. Ibuknya seorang gadis
polos, Tinah yang jatuh cinta dengan seorang playboy pasar Batu, Sim. Keduanya
memutuskan untuk menjalani hidup bersama, baik senang maupun susah. Keluarga
sederhana tersebut mempunyai 5 orang anak, yakni Isa, Nani, Bayek, Rini dan
Mira. Ibuk membesarkan mereka dengan kesederhanaan serta kerja keras sang Ayah
yang setia membawa bemonya berkeliling kota Batu. Walaupun hanya bisa makan dua
butir telor dadar untuk 7 orang, mereka merasa hal tersebut merupakan 'lem'
yang merekatkan mereka bersama.
Pekerjaan
ayahnya sebagai sopir angkot memang berat. Kadang, uang belanja ibuk terpaksa
digunakan untuk mereparasi angkot bapak. Ibuk terkadang menangis sesenggukan.
Hal tersebut membuat Bayek bertekad untuk membahagiakan Ibuk. Ibuk terus berdoa
setiap hari agar kelima anaknya mendapatkan pendidikan yang layak, didasari
pengalaman hidupnya yang tidak tamat SD. Sang ibuk terus berusaha menyisihkan
uang untuk membayar SPP, walaupun harus berhutang sana-sini.
Salah
satu bagian menarik dalam novel ini adalah ketika Ibuk bertemu dengan Mbah
Carik, sang orang pintar di desa mereka. Mbah Carik melihat Bayek yang berjalan
di belakang Ibuk, dan ia mengatakan bahwa suatu saat nanti, Bayek mampu
membahagiakan keluarga mereka. Awalnya, Ibuk tak menanggapi hal tersebut dengan
serius. Namun, belasan tahun kemudian hal tersebut terbukti dengan hasil kerja
keras Iwan. Novel-novel karyanya meledak di pasaran, diiringi dengan kualitas
yang menjanjikan. Novel ini sendiri, bisa dianggap sebagai 'buku keluarga' yang
Bayek maksud dalam novel ini. Ia pernah mengungkapkan bahwa keluarga mereka tak
memiliki foto keluarga, dan ia memilih untuk menulis buku tentang keluarga
manisnya.
Berkat
keteguhan doa Ibuk dan Bapak, Bayek pun akhirnya mampu memulai karirnya di New
York. Selama 9 musim gugur dan 10 musim semi ia lewati di sana sebelum akhirnya
memutuskan kembali ke Batu untuk berkumpul bersama keluarganya. Namun sayang,
suatu ketika sang ayah jatuh sakit, dan kemudian berpulang ke surga karena
sakit. Sang ibuk sangat terpukul ketika belahan jiwanya berpulang, begitu juga
dengan 5 anak mereka yang kehilangan panutan hidupnya.
Bagi
kalian yang suka membaca, ‘ibuk,’ termasuk salah satu yang patut dibaca. Kisah
dalam novel ini mampu membuat kita semua tersenyum, tercengang dan merasa
bersyukur atas hal-hal yang mungkin terlihat kecil, namun melengkapi
kebahagiaan di kehidupan ini. Banyak pelajaran penting dalam novel ini,
diantaranya kerja keras dan ketekunan serta doa yang mampu membantu kita dalam
mengarungi sulitnya kehidupan (/jen)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar